Sabtu, 08 Juni 2013

Biarkan Aku Mencium Mu Untuk Terakhir Kalinya 

     Dua hari yang lalu, kelinci ku yang berjumlah delapan ekor, kini hanya berjumlah lima ekor. Ya, kelinci ku mati. Aku mempunyai lima ekor anakan kelinci yang masih berumur 7 bulan, dan tiga ekor kelinci dewasa berumur 1 tahun. Disaat hari kematian kelinci pertama (anakan), semua anakan ini dalam keadaan baik-baik saja. Namun malam harinya, satu dari lima anakan sudah terbujur kaku saat aku akan memberi makanan. Aku tidak tahu apa yang salah dengan kelinci ku yang satu itu, lalu aku langsung saja menguburnya.
     Keesokan harinya, kelinci ku terlihat sangat lemah dan sulit bergerak. Aku mulai mengecek apa yang diderita oleh ketujuh kelinciku ini. Satu dari anakan kelinci yang kini berjumlah empat terlihat murung dan hanya bersandar di pojok kandang, sedangkan satu dari kelinci dewasa terlihat lemas, aku bisa melihat dari matanya yang sayu, tubuhnya yang sulit bergerak, dan selera makannya yang kurang bersemangat. Aku tidak tahu harus berbuat apa, hingga akhirnya, anakan kelinci tadi mati. Aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi dengan kelinci itu. Aku mencoba untuk mencari di internet, tetapi hasilnya nihil. 
     Saat ini kelinciku tinggal lima ekor. Itupun salah satu diantaranya (kelinci dewasa) masih dalam keadaan sakit-sakitan, bahkan semakin parah.
       Kelinciku yang satu ini, adalah kelinci kesayanganku. Ia adalah keturunan campuran, anggora dan biasa. Aku merawatnya sejak ia masih mungil tak berbulu, sejak ia di pandang jijik oleh keluargaku, saat ini terancam mati. Aku tidak ingin kehilangan kelinci kesayanganku ini, maka aku berusaha untuk mencari tahu di internet. Dan hasilnya, ia mengidap penyakit sore hocks (penyakit yang muncul akibat adanya gesekan berlebih pada bagian telapak kaki belakang kelinci) dan penyakit tungau (ketombe yang dapat menyebabkan iritasi kulit kelinci). Aku tidak harus berbuat apa, tubuhnya sangat sulit digerakkan. Sepanjang hari ia hanya tergeletak di kandang, dengan kotoran yang makin menumpuk di pangkal ekornya.
       Aku tidak tahan, aku kasihan. Aku bersihkan kotorannya, aku lap dengan air hangat bagian tubuhnya yang mulai disemuti, aku potong bulu bagian tengah perut hingga ekornya. Karena menurut hasil di internet, kita harus memotong bulu yang masih ada di bagian luka, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam proses penyembuhan. Dan yang paling penting, adalah bulu di bagian pangkal ekornya, agar setiap ia pup tidak langsung menempel pada bulu disekitarnya. Hmmm.. Aku sangat sayang pada kelinci-kelinciku, aku takut penyakit ini menular dan dapat membahayakan kelinciku yang lainnya.


     Ini adalah  kelinci kesayanganku, postur tubuhnya memang terlihat besar, turunan dari  si kelinci jantan. Bulunya terlihat botak, itu bukannlah penyakit, melainkan bekas potongan bulu-bulunya yang gimbal. Ia sehat sekali saat itu, makannya lahap, masih melompat-lompat, dan kadang ia bersikap seperti kucing. Ia selalu mendekatiku sembari mengendus makanan yang akan aku makan saat itu, seperti mi instan, biskuit, wafer, nasi, bahkan daging pun ia lahap memakannya. Tapi sekarang ia terbaring lemah, aku tidak berani membawanya ke dokter hewan karena takut biaya pelayanannya jauh di atas uang yang aku miliki saat ini.

sebenarnya...

     Aku ingin melanjutkan cerita ku selama aku merawat kelinci kesayanganku ini, tapi rasanya tidak mungkin. Beberapa menit yang lalu, ia kejang-kejang, dan aku terus saja meniup mulutnya, berharap kejang-kejang itu hanya sesaat dan ia kembali bernafas. Tapi semua berkata lain, itu adalah kejang-kejang terakhir yang aku lihat. Ia tidak bernafas lagi.

     Aku tak dapat menahan tangisku, meskipun aku lakukan diam-diam. Aku terlalu menyayangi binatang, terutama kelinci ku ini. Aku menciumnya untuk terakhir kalinya...

Sedih rasanya kehilangan...